Oleh Prof. Abdul Chalik*
Muslim dunia memperingati tahun baru Islam 1445 H. Ragam kegiatan dilakukan. Masjid dan Musholla memperingatinya dengan aneka ragam. Selain baca Yasin dan berdoa bersama, juga ada santunan, ceramah agama hingga ragam perlombaan. Tahun baru Islam disambut dengan suka cita dan optimisme.
Tahun baru Islam dihitung dari perjalanan Nabi SAW dari Makkah ke Madinah. Nabi dan sahabat memakai Onta, sejauh 600 KM selama berhar-hari. Nabi berangkat 17 Juni 622 dihitung dari masa keluar dari Makkah menuju Gua Tsur dan tiba di Madinah 6 Juli 622. Sebelumnya Nabi mampir di Masjid Quba 2 Juli 622 yang hanya berjarak 5 KM dari Masjid Nabawi, kediaman Nabi.
Saat ini Makkah-Madinah ditempuh melalui jalan darat naik bus 4-5 jam, atau naik kereta 2, 5 jam. Pada musim haji sebelum tersedia kendaraan moderen seperti sekarang ini, perjalanan memakan waktu 2 minggu. Jamaah haji hanya menggunakan malam hari dengan mengendarai jasa onta, karena di siang hari suhu udara sangat panas sehingga digunakan untuk istirahat.
Sejarah hijrah Nabi dimulai dari pertemuan dengan masyarakat Madinah. Pertemuan tersebut berisi tentang komitmen keimanan dan persaksian atas kerasulan Muhammad SAW. Peristiwa tersebut dikenal dengan perjanjian atau Bay’ah Aqobah 1 dan 2.
Latar belakang terjadinya perjanjian Aqabah bermula pada saat musim haji tiba. Orang-orang yang berniat akan melaksanakan ibadah haji pada berdatangan ke kota Mekkah dari seluruh penjuru negeri termasuk dari negeri Yatsrib (Madinah sekarang).
Pada saat rombongan haji dari Yastrib tiba di kota Makkah, lalu Nabi Muhammad saw menemui mereka kemudian Nabi saw menyampaikan dakwah dan terjadilah sebuah perjanjian yang di sebut dengan perjanjian Aqabah.
Pada tahun ke 12 dari kenabian, yang bertepatan dengan tahun 621 Masehi, Nabi menemui rombongan haji dari kota Yatsrib. Rombongan haji berjumlah sekitar 12 orang, kemudian Nabi menyampaikan dakwahnya kepada mereka.
Dakwah Nabi mendapat sambutan yang baik sehingga mereka menyatakan keislamannya. Mereka melakukan baiat di salah satu bukit di kota Mekkah, yaitu bukit Aqabah. Maka baiat ini disebut dengan Bait ‘Aqabah pertama.
Pada tahun ke-13 kenabian bertepatan dengan tahun 622 Masehi, jamaah Yatsrib datang kembali ke kota Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Jamaah berjumlah sekitar 73 orang. Setibanya di kota Mekkah mereka menemui Nabi dan atas nama penduduk Yatsrib mereka menyampaikan pesan untuk disampaikan kepada Nabi.
Pesan itu adalah berupa permintaan masyarakat Yatsrib agar Nabi bersedia datang ke kota mereka, memberikan penerangan tentang ajaran Islam dan sebagainya. Permohonan itu dikabulkan Nabi dan beliau menyatakan kesediaannya untuk datang dan berdakwah. Untuk memperkuat kesepakatan, mereka mengadakan perjanjian kembali di bukit Aqabah. Karenanya, perjanjian ini di dalam sejarah Islam dikenal dengan sebutan Perjanjian Aqabah Kedua.
Setelah Aqobah Kedua Nabi bersama sahabat melakukan perjalanan ke Madinah. Perjalanan tersebut dikenal dengan sebutan ‘Hijrah’ yang berarti berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Kata Hijriah berawal dari kata tersebut.
Hijrah Nabi memiliki makna dan pesan yang sangat kuat. Nabi ingin memperluas cakrawala tentang Islam, memperluas kebaikan, memperjuangkan kebenaran, menjauhkan masyarakat dari prilaku jahiliyah yang sama sekali tidak mencerminkan semangat keterangbenderangan. Nabi ingin melakukan perubahan besar, merombak tata fikir dan prilaku sesuai dengan ajaran Islam serta melakukan inovasi dalam pengelolaan masyarakat dan bernegara. Begitu kira-kira semangat itu.
Hijrah Nabi mengalami kesuksesan besar. Islam menjadi sebuah kekuatan besar. Melalui kota Madinah, Islam menyebar ke penjuru dunia. Islam segera menyebar ke Afrika, Asia hingga Eropa.
Hijrah berarti inovasi
Kepindahan Nabi dari Makkah ke Madinah banyak melakukan hal-hal baru. Bukan hanya mempersatukan suku Aus dan Khazraj yang selama bertahun-tahun selalu berselisih dalam memperebutkan pengaruh, akan tetapi memperkenalkan tatanan sosial baru berupa sistem sosial kemasyarakatan dan bahkan kenegaraan. Piagam Madinah merupakan bukti adanya sistem itu yang mengatur lalu lintas hubungan antar umat Islam serta umat Islam dengan penganut agama lain. Aturan itu menyangkut semua aspek baik di bidang sosial kemasyarakatan, hukum, keagamaan dan urusan politik.
Banyak peneliti di dunia yang menulis tentang inovasi Nabi. Referensi tentang kehidupan Nabi bersebaran dan mudah ditemui. Begitu pula simpulan-simpulan yang menyatakan bahwa Nabi sesungguhnya sudah mendirikan negara Madinah, dan ada pula yang menyatakan bahwa Nabi menjadi peletak dasar atau embrio negara yang disebut Madinah.
Salah satu inovasi Nabi soal kaum kaum kafir dan musyrikin. Mereka tetap bisa hidup di Madinah dengan menjalankan ajaran agamanya dengan perlindungan dari Islam. Selain muslim, diberi kebebasan untuk menjalankan agamanya di bawah perlindungan Islam. Dalam catatan sejarah, tidak sedikit dari mereka yang langsung diawasi oleh Nabi dengan cara Nabi hadir di rumahnya dan memberikan makanan. Sebuah inovasi sistem kemasyarakatan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Begitu pula sistem lainnya yang menjadi terobosan baru dan belum pernah ada sebelumnya.
Dari uswah Nabi, sesunggunya tahun baru hijriyah berarti tahun inovasi. Meninggalkan yang lama yang tidak baik menuju hal baru yang lebih baik. Inovasi dapat dimulai dari pribadi, profesi hingga institusi.
Inovasi berarti bergerak menuju perubahan yang disesuaikan dengan kebutuhan saat ini dengan tetap mempertahankan prinsip dan nilai-nilai yang sudah menjadi pondasi. Inovasi pribadi berarti belajar dan menyesuaikan dengan tuntutan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Inovasi profesi berarti secara terus menerus mengembangkan keahlian dan tidak pernah ‘lelah’ untuk mengembangkan pengetahuan dan keterampilan. Inovasi institusi berarti melakukan perubahan cara pandang, cara mengelola, dan cara bekerja organisasi dengan disesuaikan dengan perkembangan di luar sana. Inovasi pribadi dan profesi beririsan dengan inovasi institusi atau organisasi.
Karenanya, tahun baru hijriyah tidak cukup hanya bertafakkur dan berdiam diri di rumah. Begitu pula tidak berhenti dengan berzikir dan mengaji di Masjid serta menyelenggarakan kegiatan pawai maupun seremonial. Tahun baru hijriah berarti ‘keberanian’ untuk melakukan perubahan dan menciptakan hal-hal baru untuk peningkatan kualitas diri, profesi dan institusi.
Itulah semangat tahun baru Hijriah yang dimulai dari Hijrah. Selamat Tahun Baru 1445 H.
*Prof. Abdul Chalik, Guru Besar dan Dekan FISIP UIN Sunan Ampel Surabaya