MUI Keluarkan Fatwa Hukum dan Panduan Berkurban

0
245

CAKRAWALA MUSLIM- Perayaan Idul Adha 10 Zulhijah 1443 Hijriah akan berlangsung pada satu bulan mendatang, tepatnya jatuh pada 9 Juli 2022. Persebaran penyakit mulut dan kuku (PMK) yang masih merebak membuat Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa. Tentang hukum dan panduan pelaksanaan ibadah kurban kepada masyarakat.

Dasar fatwa tersebut berasal dari Firman Allah SWT tentang ibadah kurban. Diperkuat dengan hadist, kaidah serta pertimbangan para ahli pakar kesehatan hewan tentang PMK. Hasilnya, dalam fatwa tersebut, memutuskan bahwa hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis ringan. Hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

Sebaliknya, jika dalam kondisi gejala klinis kategori berat, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban. Klinis berat yang dimaksud yakni lepuh pada kuku hingga terlepas. “Hingga menyebabkan pincang ndan tidak mampu berjalan. Serta menyebabkan kondisi sangat kurus,” tutur sekretaris komisi fatwa MUI Gresik KH Fathoni Muhammad.

Pihaknya juga menyampaikan bahwa fatwa tersebut dikeluarkan dengan berbagai pertimbangan. Antara lain kedudukan ibadah kurban yang merupakan salah satu ibadah Mahdhah, yang terikat oleh syarat dan rukun sesuai dengan ketentuan syar’i. “Disisi lain persebaran PMK sedang terjadi di beberapa provinsi. Khususnya yang menyerang hewan ternak sapi, domba dan kambing,” papar Fathoni

Hal tersebut pun menimbulkan keraguan di tengah masyarakat. Perihal hukum berkurban dengan hewan yang terpapar penyakit PMK. Meski demikian, pihaknya mengajak masyarakat agar tidak perlu panik berlebihan. “Karena umat Islam yang hendak berkurban tidak harus menyembelih atau menyaksikan sendiri proses penyembelihan hewan,” jelasnya.

Disisi lain, pihaknya juga mengajak pemerintah wajib untuk menjamin ketersediaan hewan kurban, yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim. “Bersamaan dengan hal tersebut, juga wajib untuk melakukan langkah-langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya,” tandas kyai Fathoni. (sah)