“Benturan Peradaban?” Oleh : Dr. Abdul Chalik

963
3177

Salah satu tokoh dan ilmuwan penting yang memperkenalkan slogan “Benturan Peradaban” (The clash of Civilisation) adalah Samuel Huntington. Dalam salah satu karyanya yang monumental, The Clash of Civilization and The Remaking of World Order (1996), Huntingtion menggambarkan bahwa antar peradaban akan mengalami benturan dan saling bertabrakan. Terutama peradaban Barat dan muslim.

Barat yang berideologi kapitalis-liberalisme akan berhadap-hadapan dan saling bertentangan dengan peradaban dunia lain, terutama kalangan muslim. Peradaban yang dimaksud Huntington adalah ideologi Kapitalisme–liberalisme. Kapitalisme yang melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kapiltalisme yang memiliki anak pinak industri di berbegai negara di dunia. Sementara liberalisme yang dimaksudkan adalah kebebasan dalam semua aspek sesuai dengan asasi manusia (HAM).

Sementara pada bagian lain, ada bangsa yang menganut paham yang berbasis pada ajaran agama yang ketat, tradisi lokal yang bersumber dari nilai-nilai agama serta ajaran adiluhung yang dipelihara dengan baik. Dalam konteks benturan tersebut, saya akan tarik pada kondisi kekinian di lingkungan kita Gresik. Sejak dua tahun terakhir, diskusi-diskusi tim Majalis MUI selalu menyinggung persoalan benturan tersebut. Dalam diskusi, Pak Kiai Mansur dan Pak Faqih selalu mengajak yang lain untuk masuk pada areapanas tersebut. Apa, mengapa dan ada apa di Gresik.

Mengapa kota santri dan kota wali bergandeng dengan kota industri? Apa yang akan terjadi di kemudian hari? Pak Kiai Mansur dan Pak Faqih mewakili pikiran-pikiran kritistradisional yang terus gelisah dengan keadaan. Munculnya Gresik sebagai kawasan investasi dalam beberapa decade terakhir hingga ke depan, dan munculnya kawasan industry JIIPE dan pelabuhan internasional Kalimireng telah menimbulkan kegelisahan yang luar biasa. Bukan berfikir manfaatnya, tetapi dampak sosial yang ditimbulkan ke de depan, terutama generasi muda dan moslem heritage yang diagung-agungkan sebagai kota wali dan santri.

Saya tidak tahu mengapa (justru) yang gelisah dari kalangan tua, sementara yang muda menunjukkan mimik biasa-biasa saja. Atau, bahkan, kalangan muda sama seperti para pembuat kebijakan agar pabrik-pabrik (terus) bermunculan di kota ini, atas nama investasi dan kesejahteraan rakyat! Dua kutub tersebut melahirkan apa yang saya sebut dengan ‘benturan peradaban’. Ada basis budaya dan tradisi keagamaan yang dipegang teguh oleh masyarakat.

Basis budaya dan tradisi berasal dari nenek moyang dan secara terus menerus diperjuangkan hingga sekarang. Kiai, Pesantren, Masjid dan Pendidikan Diniyah merupakah salah satu tempat pendedehan nilai-nilai. Mereka berharap suatu saat Islam terus jaya, al-Qur’an terus menggema hingga generasi terakhir, dan generasi muda lahir dan tumbuh menjadi insan yang baik dan berakhlakul karimah. Sangat simpel. Sementara ada sebagian yang lain yang terus menggelorakan dan memperjuangkan investasi. Atas nama ‘kesejahteraan rakyat’ (meskipun absurd!), mereka berusaha mengundang investordari dalam dan luar negeri untuk membantu agar ‘asap-asap pabrik’ bisa mngepul se-antero Gresik. Cita-cita ini juga sangat mulya. Karena muslim tanpa kehidupan dunia yang mapan juga tidak akan mudah menjalankan praktik keislamannya.

Dua hal tersebut sedang terjadi di Gresik. Maklumlah jika para orang tua sedang khawatir. Pertanyaan yang sering muncul tentang dampak yang ditimbulkan, tentang kemungkinan tergeseran nilai dan praktik Islam yang mendarah daging. Tentang generasi muda yang merasakan dampak langsung. Pertanyaan dasar, kondisi saat ini sudah sulit dikendalikan, apa jadinya sepuluh dua puluh tahun yang akan datang? Saya menggunakan idiom benturan peradaban untuk menggambarkan kondisi dimaksud.

Memang agak berlebihan. Tetapi kalimat tersebut mewakili kegelisahan saya dan para orang tua yang sedang gelisah dengan keadaan. Kata ‘peradaban’ menjadi pilihan. Bentrok peradaban berarti bentrok cara pandang, pola pikir, atau diistilahkan dengan ‘mind set’. Peradaban berasal dari pengetahuan yang dimiliki. Terjadi disparitas antara yang satu dengan yang lain. Atau terjadi kesenjangan antar kelompok masyarakat.

Dalam bahasa anak muda sekarang, disebut ‘gagal paham’. Akibat ‘gagal paham’, maka setiap kelompok masyarakat memiliki sudut pandang yang berbeda. Sudut pendang tersebut terus diperkuat dengan argumen yang memperkokoh pandangannya. Secara perlahan terjadilah ‘gap’ atau kesenjangan. Bahkan yang satu menyalahkan yang lain. Pada akhirnya melahirkan bentrok.

Secara teoritik, menurut Huntington benturan peradaban disebabkan oleh dua hal. Pertama, disebabkan oleh perbedaan ideologi. Dalam hal ini, benturan ideologi kapitalis-pragmatis dengan ideologi yang berbasis pada agama dan budaya. Yang satu bicara ‘benefit atau keuntungan’, sementara yang lain bicara ‘nilai-nilai’. Kedua, disebabkan oleh disparitas pengetahuan. Yang satu lahir, dibesarkan dalam budaya dan tradisi keagamaan yang ketat. Belajar dan hidup dalam tradisi santri dan pesantren.

Sementara yang lain berproses di pendidikan yang umum, tidak banyak berurusan dengan agama, dan keluarga hanya menjadikan agama sebagai perekat sosial (agama simbol). Ada perbedaan yang tajam keduanya, satu sama lain tidak menjangkau atas kedalaman pengetahuannya. Meskipun bentrok bukan berarti tidak bisa disatukan. Dalam sejarah, bentrok ideologi memang sangat keras. Bahkan bisa memicu perang. Lihatlah sejarah Perang Dunia I dan II. Keduanya disebabkan oleh konflik ideologi. Yang satu merasa unggul dan berusaha merendahkan yang lain. Perang adalah pilihannya. Jutaan manusia mati sia-sia karena bentrok ideologi tersebut.

Sering kali deologi harus mengalah dengan keadaan. Pilihannya adalah kompromi. Kompromi untuk menang, untuk kepentingan yang lebih besar. Dalam kasus Gresik, kompromi-kompromi merupakan pilihan. Namun perlu duduk bersama bagaimana kompromi tersebut disusun—sesuai dengan harapan semua, bukan salah satu pihak saja. Jangan mentang-mentang karena yang punya duit, pemegang kebijakan—lalu memaksakan kehendaknya. Demikian pula—kelompok yang lain harus legowo atas perubahan dunia yang terus melaju tanpa kendali. Gresik dalam dilema! Semoga…

Comments are closed.