Dalam kondisi ketidakberdayaan pasien dan keluarga menghadapi multi penyakit itu, kata Ketua MUI Gresik KH. M. Mansoer Shodiq, M.Ag, kehadiran seorang da’i sangat dibutuhkan untuk membimbing rohaninya agar imannya tetap terjaga. ‘’Jangan sampai karena derita yang dialaminya itu seorang pasien atau keluarganya melupakan Allah dan mencari jalan lain yang tidak sesuai dengan ajaran Islam,’’ tuturnya.
Dalam pelaksanaannya, MUI Gresik menggandeng direksi Rumah Sakit Semen Gresik (RSSG) dan RSUD Ibnu Sina Gresik untuk diadakan bimbingan rohani bagi pasien, keluarga pasien dan petugas medis. ‘’Alhamdulillah, ajakan kami direspon oleh direksi kedua rumah sakit dan sepakat untuk diadakan bimbingan rohani terhadap pasien di kedua rumah sakit tersebut,’’ jelasnya.
Da’i yang dikirim ke dua rumah sakit tersebut menurut Dr.Abdul Chalik, M.Ag Ketua Komisi Dakwah MUI Gresik sebanyak 12 orang, masing-masing rumah sakit dijatah 6 (enam) orang da’i. Sebelum diterjunkan ke rumah sakit, mereka sudah mengikuti pendidikan dan pelatihan bimbingan rohani dengan instruktur tim bimroh dari Rumah Sakit Islam Surabaya dan direksi RSUD Ibnu Sina serta Ulama. Adapun materi pelatihannya meliputi; permasalahan tauhid, fiqih, doa-doa, pengetahuan dasar tentang kerumah sakitan dan teknik berkomunikasi dengan penderita.
Melalui pelatihan tersebut petugas bimroh mengetahui bagaimana menghadapi pasien, model pendekatan, komunikasi, hingga cara menyelesaikan masalah. Selain itu, seluruh da’i diberi buku panduan yang mengatur tentang sikap dan performance seorang da’i bimroh, mulai dari penampilan diri sampai pakaian yang digunakan. ‘’Di dalam buku tersebut juga berisi do’a-do’a, bimbingan peribadatan mulai wudlu, shalat, tayamum, dan tata cara beribadah yang lain,’’ kata Dr.Abdul Chalik.
Dosen UINSA, Surabaya ini juga menguraikan sejumlah kegiatan yang dilakukan selama membimbing pasien, yaitu pendampingan psikologis yang bertujuan agar pasien termotivasi untuk melawan rasa sakit yang mereka derita hingga kembali sehat. Dari pihak keluarga juga didampingi psikologisnya agar tetap memberi dorongan kepada pasien untuk segera sehat. ‘’Bimbingan psikologis ini tidak dilakukan secara monolog, melainkan dilakukan dengan model dialog, berbicara dari hati kehati, dan saling terbuka. Dengan begitu pasien dapat menyadari dan memahami sumber masalah dirinya sendiri untuk dipecahnya. Setelah bimbingan psikologis, selanjutnya para da’i mendoakan mereka agar cepat sembuh dan pasien beserta keluarga dapat diberikan ketabahan dan keikhlasan oleh Allah sehingga mereka kemudian dapat kembali sehat seperti sediakala setelah didoakan,’’ jelasnya.
Banyak ditemukan kasus di rumah sakit, antara lain pasien meninggalkan salat, bahkan sebagian pasien tidak mengerti tata cara salat di saat sakit, cara berwudlu dan tayamum. Dalam kondisi seperti itu, pihak keluarga juga tidak memahami menjaga kesucian di sekitar kamar pasien dan banyak kasus lainnya terutama yangn berkaitan dengan ketauhidan. Bimbingan beribadah di rumah sakit merupakan tugas utama bagi para da’i untuk mengajari secara teori dan praktik tentang tata cara bertayamum hingga tata cara sholat dengan berbagai posisi. ‘’Keluarga pasien juga diikutkan untuk menyaksikan materi ini, agar mereka dapat membantu pasien ketika beribadah, tayamum, shalat dan sebagainya,’’ katanya.
Selain bimbingan psikologis dan peribadatan, petugas bimroh juga mengajak pasien dan keluarga untuk bermunajat kepada Allah SWT. Do’a sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi merupakan senjata yang ampuh untuk meminta pertolongan Allah SWT. Do’a meminta kesembutan dan kesabaran adalah do’a-do’a yang selalu dipanjatkan oleh da’i kepada pasien.
Dua Bimbingan Secara umum ada dua bentuk bimbingan rohani di RSSG dan RSUD Ibnu Sina Gresik, yaitu bimbingan yang bersifat rutinitas dan bimbingan yang bersifat insidental. Bimbingan rohani yang bersifat rutin di Rumah Sakit Semen Gresik diselenggarakan setiap Kamis dan RSUD Ibnu Sina Gresik dilakasanakan setiap Selasa dan Jumat. Sementara bimbingan rohani yang sifatnya insidental, para da’i dalam waktu tertentu dipanggil oleh pihak rumah sakit untuk membimbing para pasien yang berada dalam keadaan sakarotul maut, agar dapat mengantar pasien menuju kematian yang khusnul khatimah.
Dalam waktu tertentu, da’i juga siap untuk merawat jenazah mulai mensucikan, mengkafankan sampai melaksanakan salat jenazah. Dalam beberapa hal, di depan petugas bimroh, pasien maupun keluarga sering mengungkapkan keluh kesah berbagai persoalan yang berkaitan dengan kesehatan, sambat karena tidak memiliki biaya untuk berobat dan ada pula yang bercerita tentang masalah keluarga hingga urusan pekerjaan dan jodoh. Melalui proses dialogis inilah setidaknya pasien dan keluarga dapat membagi perasaan kepada orang-orang yang dapat dipercaya sekaligus berharap ada jalan keluar melalui dialog tersebut.
Para da’i yang membimroh pasien itu merupakan tim lapangan, sementara di belakang tim itu terdapat tim manajemen (reference group) yang bertugas mengelola dan mengatur proses pembinaan rohani tersebut. Tim manajemen ini terdiri dari penanggung jawab, tim pengawas dan pengarah, dan tim leader yang berfungsi mengatur lalu lintas tim pembina rohani. Selain itu tim leader uga yang mengatur proses-proses komunikasi dengan pihak rumah sakit.
Adapun capaian yang telah diperoleh dari proses bimbingan rohani di kedua rumah sakit tersebut antara lain adalah bahwa para pasien yang mulanya pesimis terhadap kesembuhan dirinya, kemudian bangkit untuk melawan penyakit yang selama ini diderita. Selain itu, ada pula yang merasa pada awalnya tidak mengerti dan memahami tata cara ibadah ketika dalam keadaan sakit kemudian menjadi tahu bagaimana melakukannya, bahkan mereka sudah mempraktekkannya. Ada yang awalnya tidak saling menyapa antara anak dan orang tua, setelah dibimbing menjadi saling menyapa dan lebih akur dan akrab. Ada yang mulanya sambat dengan masalah ketiadaan biaya untuk berobat kerumah sakit kemudian menemukan jalan keluar.
Ada yang sebelumnya tidak pernah berdoa, setelah dibimbing kemudian setiap selesai shalat tidak pernah lupa untuk berdoa. Ada yang mulanya sering meninggalkan shalat kemudian menjadi taat beribadah meski dalam keadaan sakit. Itulah sebagian kecil capaian-capaian yang diperoleh dari program-program bimbingan rohani di Rumah Sakit Semen Gresik dan RSUD Ibnu Sina Gresik.
‘’Beberapa pasien membangun komunikasi dengan para da’i setelah meninggalkan rumah sakit. Ada kalanya meminta untuk diajari cara beribadah, diminta ikut membantu menyelesaikan masalah keluarga, hingga diminita untuk memimpin kegiatan seremonial keagamaan. Komunikasi terus terjalin hingga pasien keluar rumah sakit,’’ ujar Dr.Abdul Chalik. tim majalis
Comments are closed.