DELAPAN TAHUN KOLABORASI MUI-BAZNAS, MEMBANGUN PESANTREN DI RUTAN KELAS IIB GRESIK
Secara umum, mungkin banyak masyarakat awam mengartikan kehadiran Majelis Ulama Indonesia atau MUI, hanyalah lembaga para Ulama, yang didalamnya terdapat sekumpulan Kiai Sepuh atau para pensiunan pegawai negeri yang punya perhatian lebih pada aspek keagamaan. Karena terkenal banyak diisi oleh orang-orang tua, sehingga dinilai nihil produktifitasnya.
Atau sebelum ada BPJPH (Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal), masyarakat lebih banyak menganggap MUI sebagai pemberi label halal, juga sebagai rujukan pemberi fatwa ketika terjadi masalah-masalah terkait sosial keagamaan yang menjadi polemik di masyarakat.
Namun jauh dari itu, MUI pada hakikatnya mempunyai dua peran strategis, yaitu khodim al ummah atau pelayan umat, serta shohib al hukumah atau mitra strategis pemerintah. Atas dasar dua peran strategis tersebut, membuka jalan MUI, dari sekedar lembaga pemberi label halal, menjadi perkumpulan ulama, yang harus memberi dampak kongkrit kebermanfaatan ditengah-tengah umat.
Atas dasar itulah, MUI Kabupaten Gresik membuka berbagai jalan yang sebelumnya tabu, menjadi terang demi mewujudkan cita-cita kebermanfaatan kepada umat. Dengan tekat ini pula, mendorong MUI Kabupaten Gresik untuk terus menggali masalah-masalah keumatan masa kini, yang mendesak untuk ditangani dengan serius.
Saat itu, tahun 2016, MUI Kabupaten melihat ada masalah serius yang dialami Kabupaten Gresik, yang notabenenya Kota Santri, disatu sisi ada pembangunan industri yang masif, sehingga dibanyak wilayah (red; kecamatan), menjadi sasaran urbanisasi dari berbagai daerah, baik dari dalam provinsi, maupun luar Jawa Timur. Konsekuensi jadi kota urban, adalah kompleksnya permasalahan masyarakat, bahkan meningkatkan angka kriminalitas, yang implikasinya adalah semakin bertambahnya penghuni rumah tahanan.
Sebagai perkumpulan ulama yang punya peran penting, MUI menganggap banyaknya warga binaan di Rutan Gresik, adalah ladang dakwah yang tidak dilirik banyak mata, namun jika tidak digarap, akan semakin menambah kompleks problem perkotaan, bahkan mengancam eksistensi Gresik sebagai Kota Santri dan Kota Santri.
Kenyataan itulah, membuat MUI Gresik memulai ide dan gagasan tentang dakwah di Rutan Gresik, dengan sasaran utama para warga binaan. Bukan tanpa alasan, MUI memandang, ketika para tahanan ini dibiarkan larut dalam masa hukuman, maka bukan tidak mungkin, ketika mereka bebas akan semakin menambah problem sosial ditengah masyarakat.
Selain itu, MUI juga memandang, bahwa para warga binaan adalah orang-orang yang kalah secara mental, sehingga memilih jalan kriminalitas dalam hidupnya. Maka, Ulama dalam hal ini, harus mengambil peran dakwah secara berkelanjutan, demi memberi pemahaman agama Islam Rahmatan Lil Alamin kepada mereka semua, serta menebarkan optimisme hidup, bahwa masih ada harapan lebih baik dimasa depan.
Dengan semangat menebar kebaikan, membuat MUI berupaya menggandeng berbagai pihak, untuk melakukan kolaborasi dalam upaya menebar dakwah ke orang-orang terpinggirkan itu. Kala itu, Dr H Muhammad Qosim, menjabat Wakil Bupati Gresik sekaligus Ketua Badan Amil Zakat Nasional, atau BAZNAS Kabupaten Gresik, menangkap ide dan gagasan dari MUI Gresik ini, untuk kemudian ditindaklanjuti dengan serius.
Atas peran Pak Qosim, sapaan akrabnya, dengan wewenang yang dimilikinya, pendiskusian tentang dakwah dalam rutan terus digodok dengan serius, yang secara aktif melibatkan MUI, BAZNAS serta Rutan Gresik.Tujuannya agar program dakwah dalam rutan, bukan sekedar bunyi-bunyian semata, namun menjadi program jangka panjang, dalam rangka menyelamatkan ratusan narapidana secara mental dan pemahaman keagamaannya.
Tepat pada Selasa, 13 September 2016, MoU atau Memorandum of Understanding secara resmi ditandatangani KH M Mansoer Shodiq Ketua Umum MUI Gresik, Dr H Muhammad Qosim Ketua BAZNAS Gresik dan Khusnan Kepada Rutan Kelas IIB Gresik, sekaligus menjadi awal berdirinya Pesantran At-Taubah, yaitu sebuah pesantren yang santrinya adalah warga binaan Rutan Gresik, dan eksis hingga hari ini.
Napi Sibuk Belajar Ngaji dan Kegiatan keagamaan
“Alhamdulillah banyak hikmah selama saya disana, akhirnya saya bisa mengaji dan secara langsung belajar Al-Qur’an pada Ustadz Sonhaji.Selama disana pula, saya bisa khatam Al-Qur’an beberapa kali, serta istiqomah membaca Surat Yasin, Ar-Rohman, Al-Waqiah dan Al-Mulk”.
Jika Anda mengira kalimat diatas datang dari lulusan sebuah pesantren tersohor, Anda salah besar. Perkataan diatas, datang dari seorang bernama Dimyati, mantan narapidana di Rutan Gresik, yang telah bebas September 2024 lalu. “Bahkan ada salah satu teman saya di Rutan, yang awalnya tidak bisa mengaji sama sekali, akhirnya mau belajar dari awal, mulai alif ba’ tha’,” kata Dimyati.
Kesaksian Pria 50 tahun ini, setidaknya memberi gambaran, bagaimana kehadiran Pesantren At-Taubah, begitu berarti bagi para warga binaan, untuk tidak begitu saja merenungi kesalahan yang telah dilakukan, namun mengisi waktu di rutan sambil belajar ngaji dan mendekatkan diri para Sang Khaliq.
Sebagai kegiatan dakwah yang memang didesain secara berkelanjutan, Pesantren At-Taubah bukanlah kegiatan keagamaan yang mengalir begitu saja, namun dengan kurikulum yang berkelanjutan pula.
Setiap hari Senin, kegiatan Pesantren At-Taubah adalah belajar Tahfidz dan Tartil al-Qur’an, kemudian di hari Selasa, mempelajari Fiqih dan praktiknya, di hari Rabu, Ngaji Aqidah Akhlaq, dan di hari Kamis, diisi dengan Bimbingan Konseling. Bukan hanya itu, ada pula kegiatan Istighotsah setiap satu bulan sekali, serta kegiatan buka bersama dan Istighotsah Kubro setiap Bulan Ramadhan.
Berbagai kegiatan pengajian tersebut, melibatkan empat Ustadz dan empat Ustadzah dari MUI Kabupaten Gresik. Selain kompetensi ilmu agama, para tenaga pengajar di Pesantren At-Taubah tersebut, juga sebelumnya diberi materi khusus terkait kondisi mental para warga binaan, serta secara berkala diajak melakukan evaluasi demi perbaikan Pesantren At-Taubah secara terus menerus.
Dengan berbagai materi keagamaan dan pendampingan mental, yang hampir dilakukan tiap hari, membuat banyak warga binaan, yang tergerak hatinya, untuk kemudian secara sukarela mengikuti setiap pengajian yang dilakukan oleh para Ustadz dan Ustadzah Pesantren At-Taubah.
Membangun Jembatan Masa Depan
Perjalanan Pesantren At-Taubah diatas, menunjukkan kepada kita, begitu besar peran para pendakwah, untuk masuk ke lubang-lubang kosong yang seringkali dihindari, yaitu masyarakat terpinggirkan, yang dalam hal ini adalah para narapidana.
Karena perlu disadari, kekalahan terbesar para warga binaan adalah jatuhnya mental, dianggap sampah masyarakat, dan berbagai anggapan negatif lainnya. Kehadiran Pesantren At-Taubah, memberi warna dan optimisme dalam menghadapi kehidupan kedepannya bagi mereka, setidaknya, ada ruang kosong yang kemudian diisi dengan kesibukan spiritual, yang harapannya, bisa membangkitkan mental para warga binaan, dan menjadi manusia yang lebih baik dihadapan manusia lainnya serta disisi Sang Pencipta.
Dari sini, peran para tenaga pengajar menjadi penentu bagi perjalanan Pesantren At-Taubah, karena para pengajarlah, yang secara langsung bersentuhan dengan warga binaan, dengan berbagai sambatan kehidupannya. Motivasi-motivasi dengan pendekatan islam ramah, adalah jawaban dari pelbagai problem hidup yang dialami para warga binaan.
Kami berkesampatan melakukan wawancara dengan Hj Endang Herawaty, Sekretaris Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Anak MUI Kabupaten Gresik, sekaligus Ustadzah di Pesantren At-Taubah yang membidangi bimbingan konseling.
“Saya sudah tujuh tahun mengisi bimbingan konseling di At-Taubah, karena bersifat konseling, selain materi, kami juga melakukan pendekatan person to person. Untuk materi, lebih banyak seputar character building, harapannya bisa menjadi pribadi yang lebih baik, serta meninggalkan hal-hal negatif yang pernah dilakukan,” terang Ibu Endang.
Setelah itu, Endang memberi kesempatan pada para warga binaan, untuk bergantian ngobrol berdua dengannya, karena kebanyakan para warga binaan perempuan adalah Ibu rumah tangga, maka curhatannya seputar masalah keluarga, seperti pernikahan yang terancam bubar, anaknya malu karena ibunya dipenjara, sampai kecemasan berlebih ketika bebas dan tidak diterima di masyarakat. Dari berbagai curhatan itu, kata Endang, ia bisa masuk untuk memberi motivasi lebih kepada mereka, serta membangkitkan mental mereka.
“Ada cerita seorang warga binaan yang sudah bebas, ia meresa takut tidak diterima keluarga dan masyarakat ketika sudah bebas, saya selalu berpesan, ‘Tidak perlu merasa ketakutan berlebih, Bu, cukup dengan terus berbuat baik kepada sesama dan tidak mengulang kesalahan yang sama, insyaallah keluarga dan masyarakat bisa menerima’. Dan Alhamdulillah, setelah bebas, katanya respon orang sekitar baik pada dia, bahkan sekarang dia sudah buka usaha jualan skincare,” tutur Ibu Endang.
Pernah juga saya menemui, kata Ibu Endang, sejak awal masuk rutan setiap hari hanya menangis terus menerus, lama-lama Alhamdulillah tergerak untuk ikut konseling, dan perlahan bisa menerima kondisi, dan istimewanya, ia malah bisa belajar ngaji selama di rutan, kegiatan yang sebelumnya hampir tidak pernah bisa ia lakukan.
Cerita-cerita ringan nan dalam ini, menjadi bukti pentingnya kehadiran para tenaga pengajar Pesantren At-Taubah, untuk terus bisa menebar secercah harapan, pada mereka yang saat ini harus hidup di hotel prodeo, agar dihari depan, bisa menjadi manusia yang lebih bermoral nan agamis.
MUI-Baznas Hadir Untuk Menyelesaikan Problem Keumatan dan Kemanusiaan
September lalu, kolaborasi antara MUI Gresik dan BAZNAS Gresik dalam bahu-membahu merawat dan meruwat Pesantran At-Taubah genap berusia delapan tahun, usia yang cukup panjang untuk perjalanan pengabdian umat bagi keduanya. Tentu, dengan semakin lamanya kolaborasi, dibarengi juga dengan evaluasi dan perbaikan secara terus menerus pula, agar kualitas dakwah dalam rutan, terus mengalami perbaikan dari waktu ke waktu.
Dengan modal keberlanjutan Pesantren At-Taubah ini, menjadi bukti bagaimana kedua lembaga strategis ini, ketika bersama membangun ide, gagasan dan tindakan nyata, akan sangat dirasakan manfaatnya oleh umat.Kedepan, mengaca pada konsistensi Pesantren At-Taubah, yang harus dilakukan adalah menyemai berbagai kerjasama lain, yang tentu bersifat keberlanjutan pula.
Karena harus disadari bersama, Gresik sebagai Kota Santri dan Kota Wali, masih memiliki segudang persoalan, mulai problem ekonomi keumatan, sosial, dan lain sebagainya. Tentu, dengan keberhasilan Pesantren At-Taubah, kerjasama antar MUI dan BAZNAS harus selalu ditingkatkan, agar kedepan, problem keumatan dan kemanusiaan di Kabupaten Gresik dapat terselesaikan dengan baik, atau setidaknya bisa mengikis berbagai problem yang ada, demi eksistensi Kota Santri dan Kota Wali tercinta, wasalam. (is/cm)