’Ojo-ojo Gusti Alloh wis Bosen Doleki Kowe’

906
3426

Ketika Kiai Tamijo sedang sibuk berlatih meng operasionalkan Hp Android baru miliknya, datanglah seorang lelaki. Dia bernama Karimin dan sehari­hari membuka usaha jasa di pojok pasar. Sebuah usaha yang membuat Karimin disukai banyak ibu­ibu. Karimin berprofesi sebagai tukang tambal dandang bocor. “Alhamdulillah, kok tumben, Min kamu main ke sini” tanya Kiai Tamijo pada Karimin “Usaha tambal dandang bocormu ramai?” “Waduh, sekarang sepi, Kiai, tidak seperti zaman dulu. Sekarang orang­orang sudah mulai jarang memasak pakai dandang atau sabruk. Jadi ya pelanggan saya semakin sedikit. Jenengan sendiri sekarang kok sibuk main Hp, memangnya sedang apa, Yi?” ucap Karimin. “O, gini, Min. Sekarang itu kata orang­orang eranya sudah digital. Melakukan apa saja bisa lewat dunia maya. Termasuk dalam berdakwah mengajak pada kebaikan dan mencegah dari kemungkaran. Jadi, saya sedang latihan menggunakan Android, Min, biar saya bisa dakwah lewat medsos.” “O ya, Min. ngomong­ngomong ada perlu apa kamu datang kemari?” tanya Kiai Tamijo “Anu, Yi, terus terang saya mau curhat pada jenengan. Mau bertanya tentang hidup saya, Yi.” “Boleh…boleh” “Begini, Yai, Kenapa ya, saya kok merasa hidup saya penuh kesusahan, penuh masalah. Cari Rizki sulit, cari pekerjaan susah, hutang semakin menumpuk. Belum soal­soal lainnya. Pokoknya amburadul hidup saya, Yi. Saya merasa galau. Saya juga merasa jenuh dengan hidup saya yang begini­begini saja..! Terasa hambar, penuh ketakutan dan kekhawatiran. Tidak ada arahnya, dan tak ada nikmatnya. Bosan saya, Yi. Saya ingin hidup tenang dan bahagia, tapi kenapa kok susah sekali ya?” “Oooo, itu..! Anu, Min. Ojo-ojo Gusti Alloh Bosen Doleki kowe`. Mungkin saat ini Allah sudah bosan dengan dirimu, Min.” jawab Kiai Tamijo. “Hahh! Allah bosan dengan saya ?. Maksudnya bagaimana itu, Yi?” tanya si tukang tambal dandang bocor itu. “Barangkali Allah capek mencari sampean, Min, sebab dicari kesana­kemari tapi sampean tidak pernah ditemukan.”
Setelah berhenti sejenak, Kiai Tamijo melanjutkan, “Sampean dicari oleh Allah di antara kumpulan orang yang salat berjamaah di masjid, tidak ada. Dicari di antara kumpulan Dhuha, sampean juga tidak ada. Dicari di antara kumpulan Tahajjud, juga tak ada. Dicari di antara kumpulan ‘puasa sunnah’, Yo blass ora tau, mangan tok bendino, Min. Dicari di antara kumpulan “Sedekah” juga tak kelihatan batang hidungnya. Dicari di antara kumpulan ‘Tadarusan Al­Qur’an, misalnya di program satu hari satu ayat, sampean juga tak ada di sana. Dicari di antara kumpulan orang orang yang umroh, niat pun sampean tidak ada. Ya, mungkin Alloh bosan lalu mengabaikan dirimu, Min.” Lelaki tukang tambal dandang bocor itu diam dan menunduk. Hatinya mengakui bahwa apa yang diucapkan Kiai Tamijo itu memang benar. Kiai Tamijo melanjutkan. ”Sampean dicari Alloh di antara kumpulan orang yang tepat waktu sholatnya, sampean juga tidak ada. Dicari di antara Ahli Sholawat pun tidak ada. Dicari di antara orang­orang yang ‘Menuntut ilmu, Yo ora ono blass. Dicari diantara orang yang mengamalkan dan gemar Silaturrahmi, sampean Yo ra Ono. Bidek ae’ nang omah, sok sibuk…sok sibuk…sok repot. Terus Allah mau mencari sampean di mana lagi, Min?” “Bagaimana, Min, apa penjelasanku bisa kamu terima?” Bicaralah, jangan diam saja,” Maka menangislah Karimin, si tukang tambal dandang bocor itu. Sambil mengusap airmatanya yang berjatuhan, Kariman berkali­kali menggumamkan Istighfar. “Tobat, Yi, kulo bade` tobat…” “Hidup itu sederhana, Min. Kalau kita memprioritaskan Tuhan, Dia pun pasti akan memprioritaskan kita. Kalau kamu menomor­satukan Allah, pasti Allah juga akan mengutamakan dan menomor­satukan dirimu, Min. Saat kamu kehilangan uang, harta, pekerjaan, rumah, jabatan, posisi dan sebagainya, itu semua tidak masalah, Min. Asal kamu tidak kehilangan Allah. Tapi kalau kamu kehilangan Allah dalam hidupmu, ini baru masalah besar. Begitu kira­kira, Min.” kata Kiai Tamijo. Karimin lalu bangkit untuk mohon diri. Kedua matanya terlihat merah karena dia baru saja menangis. “Terimalah ini, Min, saya tidak mengasih kamu. Saya titip untuk anakmu.”. Karimin lalu melangkah pulang dengan perasaan lega* Ahmad Rofiq

Comments are closed.