Mempraktikkan Islam Wasathiyah dalam Berdakwah

0
67
Foto : Hj Hajar Idris Ketua Komisi Pemberdayan Perempuan, Anak dan Remaja, saat menyampaikan pendalaman materi Islam Wasathiyah. (Zainal/cakrawalamuslim)

CAKRAWALA MUSLIM – Secara sederhana, Islam Wasathiyah adalah konsep Islam yang moderat, toleran dan berada ditengah-tengah, antara dua sisi ekstrem.

Hal tersebut diungkapkan oleh Dr Hj Yuliastutik, Narasumber dalam Pelatihan Kader Da’iyah 2024, di Aula Kantor MUI Gresik, Sabtu (20/7/2024).

“Ekstrem kiri adalah kelompok liberal, yaitu orang yang berprinsip bahwa agama adalah masalah pribadi, dan tidak boleh didakwahkan secara terorganisir karena mudah memicu terjadinya konflik, dan ekstrem kanan adalah pemahaman islam yang kaku, sehingga mudah masuk menjadi radikalisme,” jelas Dr Yulia.

Dalam berdakwah, kata Dr Yulia, penting untuk menerapkan cara berpikir Islam Wasathiyah, yaitu; Menjaga dan mengamalkan manhaj yang telah dirumuskan para ulama terdahulu yang masih relevan dan mengakomodir manhaj baru yang lebih baik.

“Serta melakukan perbaikan dan inovasi secara terus menerus sehingga tercipta kondisi yang harmonis,” jelasnya.

Masih menurut Dr Yulia, Islam Wasathiyah adalah kekuatan mempertahankan persatuan dan kesatuan NKRI, dengan prinsip plural, majemuk, beragam serta heterogen.

“Sikap wasathiyah merupakan sikap yang moderat dan selalu mencari titik temu (kalimatun sawa) dalam penyelesaian masalah,” kata Perempuan yang akrab disapa Dr Yulia Kamila ini.

Lebih lanjut, Hj Hajar Idris Ketua Komisi Pemberdayaan Perempuan, Anak dan Remaja, menyampaikan beberapa hal saat pendalaman materi.

“Jadi realisasi Islam Wasathiyah dibagi menjadi tiga, yaitu Aqidah (keimanan dan ketuhanan), Akhlak (penguasaan hati, melalui sikap dan perilaku), serta Syariat (yang mengatur hubungan manusia dengan tuhan, serta manusia dan manusia),” jelas Nyai Hajar.

Sebagai contoh Wasathiyah, kata Nyai Hajar, dalam Akhlak adalah tidak bersikap over-optimism dan pesimis yang berlebihan pula, karena over-optimism menyebabkan mudah melalukan dosa.

“Contoh lagi dalam Syariat, adalah dalam bersedekah, kita tidak boleh pelit, namun juga tidak boleh terlalu berlebihan dalam bersedekah, sebagaimana Q.S. Al-Furqon ayat 67, (Dan, orang-orang yang apabila berinfak tidak berlebihan dan tidak (pula) kikir. (Infak mereka) adalah pertengahan antara keduanya),” jelas Nyai Hajar.

Kemudian, salah satu peserta dari MUI Sidayu, Hilyatussaidah, menanyakan bagaimana sikap kita, jika dalam berdakwah, ada sekelompok orang yang tidak suka dengan nilai dakwah yang kita sampaikan.

“Sebagai pendakwah tidak boleh merasa takut, ada yang tidak suka itu wajar, yang terpenting, yang kita sampaikan adalah dakwah islam rahmatan lil alamin,” pungkas Perempuan asal Sidoarjo ini. (is/cm)