Marak Konten Negatif di Medsos, Fatayat Jatim Buat Pelatihan Jurnalistik Inklusif

0
17
Foto : Ketua PW Fatayat NU Jatim Dewi Winarti (kiri), saat menyampaikan sambutan, bersama Kadiskominfo Sherlita Ratna Dewi Agustin (dua dari kiri). (Foto : Isom/cakrawalamuslim)

CAKRAWALA MUSLIM – Dalam upaya menyebar dan mengkampanyekan konten bernuansa positif, moderat dan toleran, Pengurus Wilayah Fatayat Jawa Timur, bekerjasama dengan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), mengadakan Pelatihan Jurnalistik Inklusif, di Hotel Grand Swiss-Belhotel Darmo, Surabaya, Selasa, 16 Juli s/d Kamis, 18 Juli 2024.

Dalam kesempatan itu, Ketua PW Fatayat NU Jatim Dewi Winarti, mengatakan bahwa isu inklusifitas ini, penting diangkat dalam jurnalisme saat ini.

“Selama ini, Fatayat Jatim selalu menghembuskan semangat inklusif, melalui upaya deradikalisasi, mediasi konflik umat beragama, serta advokasi masyarakat yang terpinggirkan, seperti mendorong SK Pergub untuk pendampingan orang-orang yang terdeportasi, dll,” ujar Dewi, Selasa (16/7/2024).

Dewi melanjutkan, meski semua itu sudah lakukan, namun ada yang masih belum kuat, yaitu literasi digital, karena rasanya kurang cepat berlari kalau tidak disertai dengan kematangan literasi digital.

Apalagi, acapkali awak media yang hadir, justru tidak berpihak pada kelompok yang jadi korban, namun semakin menyebarkan kebencian satu sama lain, atau dengan kata lain konten negatif.

“Melalui pelatihan ini, kami harap jurnalisme dengan nilai inklusifitas, yang memuat moderasi beragama, dengan menjunjung tinggi nilai kebangsaan, serta ramah pada kesetaraan bisa kita ciptakan bersama-sama,” jelas Ketua Fatayat Jatim ini.

Kemudian, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur (Kadiskominfo Jatim), Sherlita Ratna Dewi Agustin menyampaikan tentang kondisi ruang digital dan pengaruh negatif perkembangan teknologi informasi.

Ia menyampaikan, bahwa ada 90,9% pengguna aktif WhatsApp di Indonesia, kemudian 85,3% pengguna aktif Instagram, serta 81,6% pengguna aktif Facebook.

“Dari banyaknya pengguna tersebut, yang menjadi masalah adalah masih rendahnya kemampuan masyarakat untuk memahami hoax,” jelasnya.

Lebih lanjut, Ia menyebut 45 persen masyarakat ragu-ragu dapat mengenali informasi hoax, 23 persen masyarakat tidak yakin dapat mengenali hoax, sementara hanya 32 persen masyarakat yang yakin dapat mengenali hoax.

Perlu diketahui, pelatihan jurnalitik inklusif ini, dihadiri oleh peserta dari beberapa delegasi Cabang Fatayat dari beberapa kabupaten/kota, serta mengundang beberapa awak pers dari lintas media, dan salah satunya adalah Cakrawala Muslim. (is/cm)