Covid 19, Antara Ikhtiar dan Keyakinan

0
265

Oleh: Ahmad Rofiq *

Sebagai orang yang kesehariannya membaur dengan orang-orang awam, penulis sering mendengar banyak sekali orang berkomentar, “Yang bisa memberi manfaat atau madlorot itu hanya Allah, tidak ada yang lain (wahdahu laa syarika lah). Bukan vaksin, masker, obat dan sebagainya.”
Di sisi lain, ada orang-orang yang berada di kutub yang berseberangan dengan orang-orang di atas. Saking takutnya, sehingga mereka bukan saja berikhtiar dan berdoa tapi terjerumus dalam kesalahan aqidah, yaitu “menjadikan atau memposisikan ikhtiar dan doa mereka sebagai Tuhan. Dengan istilah lain, mereka telah “menuhankan” ikhtiar dan doa.
Kedua kelompok orang tersebut sama-sama benar, tapi mereka kurang tepat dalam meletakkan kebenaran yang mereka yakini. Karena kurang tepat, akhirnya menjadi ketidak benaran. Bukankah sesuatu yang tidak benar adalah suatu kebenaran yang diletakkan di tempat yang salah?

Sebagai orang yang beriman dan beraqidah Aswaja, kita harus meyakini bahwa tidak ada sesuatu yang bisa memberi manfaat atau madlorot kecuali Allah. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Ini harus menjadi satu keyakinan yang bersifat “harga mati” bagi kita. Meskipun kalau tidak makan kita lapar, kalau tidak minum kita haus dan dahaga, dalam hati kita tetap tidak boleh meyakini bahwa makanan dan air itulah yang memberi kita kekuatan.
Begitu juga dalam mensikapi soal covid. Kalau ada orang yang sakit atau wafat yang secara lahiriah terkena Covid, secara tauhid kita tetap tidak boleh meyakini bahwa yang memberi madlorot atau mematikan adalah covid, tapi Allah SWT. Sebab jika kita meyakini bahwa yang memberi madlorot atau mematikan adalah covid, maka tauhid atau aqidah kita akan terluka.
Namun Allah SWT juga menciptakan aturan-aturan yang berlaku di alam ini, yang biasa kita kenal dengan istilah sunnatullah. Misalnya, kalau orang ingin terhindar dari kelaparan atau kehausan, ia harus mengkonsumsi makanan dan air. Kalau ingin terhindar dari covid, ia harus pakai masker, taat prokes dan sebagainya. Tidak bisa karena kita yakin bahwa yang bisa memberi madlorot atau kemanfaatan hanya Allah, lantas kita tidak mau ikhtiar, tidak taat prokes serta tidak melakukan ikhtiar sama sekali. Ini namanya menentang sunnatullah. Padahal sunnatullah juga merupakan hukum-hukum Allah SWT yang diberlakukan di alam semesta ini.
Sebagai hamba yang baik, kita wajib mentaati sunnatullah yang berlaku di alam ini. Karena kita manusia dan bukannya malaikat, maka saat kita lapar ya harus mau makan, saat sakit ya harus mau berobat dan berikhtiar. Semua itu kita lakukan sebagai bukti ketundukan kita pada Allah SWT yang menciptakan aturan-aturan atau sunnatullah itu. Ini ranah suluki (perilaku).
Orang yang yakin bahwa vaksin dan prokes lah yang akan menyelamatkan nyawanya adalah orang yang tauhidnya terluka dan sudah tidak murni lagi. Sebab telah terkontaminasi dengan pengakuan adanya kekuatan dan sesuatu yang memberi pengaruh selain Allah. Dalam hal ini prokes dan vaksin. Orang dengan keyakinan seperti ini yang harus diberi imunitas adalah aqidah dan ruhaninya, bukan hanya jasmaninya.
Namun orang yang tidak taat prokes, tidak mau ikhtiar dalam menghadapi covid dengan alasan semuanya kehendak Allah adalah orang yang tidak sopan dan “kurang ajar” terhadap Allah SWT. Sebab dia berani menentang sunnatullah yang diberlakukan di alam ini. Orang dengan perilaku seperti ini juga tidak bisa dibenarkan dalam aqidah ahlussunah wal jamaah. Orang seperti ini yang perlu disuntik imun adalah akhlak dan etika-nya, bukan lengannya. Etika terhadap Allah SWT sebagai Dzat yang menciptakan aturan-aturan yang berlaku di alam ini.
Sehingga yang harus kita lakukan di masa pandemi ini adalah tetap Bertauhid dan berikhtiar. Namun tetap waspada. Jangan sampai usaha dan ikhtiar kita, malah kita jadikan sandaran hati sebab hal justru menjadikan usaha dan ikhtiar sebagai “pesaing Tuhan”. Tapi juga jangan sampai tauhid kita menjadi alasan untuk tidak melakukan usaha dan ikhtiar, sebab hal itu justru menjerumuskan kita dalam perilaku “menentang” sunnatullah atau hukum-hukum Tuhan.
Wallahu a’lam bisshowab

*AHMAD ROFIQ Komisi Dakwah MUI kabupaten Gresik. Pengasuh Pesantren Virtual Al Hidayah, Pesantren Virtual pertama di 5 Benua

Tonton Video: Masuk Surga Karena Ibadah Saja Tidak Cukup