PSBB di Karang Kadempel

114
621

Oleh: _Ahmad Rofiq_ *

Diam-diam Kiai Tamijo membentuk sebuah tim survey. Team ini terdiri dari beberapa orang muda cekatan dan profesional serta diketuai oleh Mr. Bagong, ketua Karang Taruna desa Karang Kadempel. Team ini bekerja secara cermat, diam-diam namun sangat terlatih. Tugas yang diemban oleh team ini adalah mengumpulkan data dan fakta di lapangan, terkait kondisi keberagamaan masyarakat Karang Kadempel selama diberlakukannya PSBB.
Awalnya Kiai Tamijo akan memberi gaji anggota tim ini, dengan uang pribadi hasil panen Singkong bulan lalu. Namun, Mr. Bagong menolak, dengan alasan yang membuat Kiai Tamijo mengucap takbir dan tahmid
“Tidak, Kiai” ucap Bagong saat mau diberi gaji “untuk pekerjaan survey ini, kami sepakat tidak mau menerima gaji. Apalagi dari uang pribadi panjenengan. Kami ikhlas, yi, barangkali survey ini bisa menjadi bukti keberpihakan kami pada agama, pembelaan kami pada syariat ilahi”
Kiai Tamijo tidak bisa menyembunyikan rasa “trenyuh” di hatinya saat mendengar alasan penolakan Bagong cs terhadap gaji yang ia tawarkan
Selama beberapa hari team itu bekerja. Dengan cermat, mereka memantau setiap tempat dan sudut di wilayah Karang Kadempel. Masjid, musholla, warung kopi, mini market, pabrik biting, pangkalan ojek dan sebagainya. Bahkan saat ada orang jagongan di gardu pun, ikut diteliti oleh team survey itu.
Setelah bekerja selama beberapa hari, Bagong dan anggotanya pun menghadap Kiai Tamijo. Saat itu Kiai Tamijo sedang duduk merenung sendirian di teras musolla.
“Bagaimana, Gong, sudah selesai tugasmu untuk meng-evaluasi kondisi di wilayah Karang Kadempel selama PSBB?” tanya Kiai Tamijo
“O, beres, yi. Tugas mulia sudah kami laksanakan. Everything is Ok. Iya kan, Run?” Mr. Bagong menoleh ke arah Wak Kamrun yang juga ikut jadi anggota timnya
“Betul sekali, Kiai. Ini kami menghadap memang akan menyampaikan hasil survey yang kami lakukan.”
Bagong mengeluarkan segepok kertas dari dalam tas cangklong-nya. Tas itu berwarna hitam, di bagian tengah ada tulisan warna putih mirip sebuah slogan TOLAK CORONA DENGAN DOA. Ia berikan tumpukan kertas itu pada Kiai Tamijo
“Ini, yi, ini data lengkap dan akurat tentang kondisi Karang Kadempel selama diberlakukannya PSBB. Kondisi masjid, pasar, warung kopi, gardu, WC umum, lapangan, pangkalan ojek, pabrik dan tempat lain, semua ada di sini catatannya.” kata Bagong
“Terima kasih, Gong. Juga terima pada semua yang ikut survey ini”
Kiai Tamijo membaca sekilas tumpukan lembaran data yang ada di hadapannya. Raut mukanya terlihat berubah-ubah saat tokoh masyarakat di Karang Kadempel itu meneliti catatan Bagong cs.. Namun, wajahnya tampak lebih banyak menyiratkan kesedihan dan kemurungan dibanding senyumnya
“By the way, Kiai, untuk apa sih hasil penelitian kami di lapangan ini?” tanya Mr. Bagong
“Bai de Wei itu apa,Gong?” sela Wak Kamrun
“Ngomong-ngomong, Run, wah gitu kok tanya” jawab Bagong agak jengkel
“Begini, Gong” kata Kiai Tamijo “sebagai orang yang dianggap tokoh agama dan sesepuh di Karang Kadempel ini, saya perlu mengetahui kondisi masyarakat, terlebih berkaitan dengan keberagamaan dan ibadah yang dilakukan masyarakat. Sebab sayalah yang setiap hari dijadikan tempat curhat, diomeli, disalah-pahami dan sebagainya. Nah, hasil surveymu ini, akan saya jadikan acuan untuk memberi masukan, saran, dan rekomendasi terhadap lurah karang Kadempel. Terkait PSBB yang sudah diberlakukan ini”
“Oo, sederhananya, Kiai sedang meng-evaluasi kondisi keberagamaan masyarakat di Karang Kadempel ini to?” tanya Wak Kamrun. Sementara Bagong sedang sibuk membetulkan tali masker yang menabiri lobang mulutnya
“Betul, Run, apa yang kamu katakan. Segala sesuatu memang perlu dievaluasi. Agar ke depan, bisa semakin baik. Apalagi kebijakan lurah karang Kadempel ini berkaitan dengan hak asasi orang banyak.”

_Bersambung_

 

* _Penulis adalah founder PPV AL HIDAYAH, komisi dakwah MUI kabupaten Gresik_

Comments are closed.